Skip ke Konten

Tiga Dosen IAIN Parepare Buktikan Kiprah Literasi Lewat Cerita Budaya

Humas IAIN Parepare — Tiga dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare menunjukkan kiprah literasinya dalam kegiatan Parepare Makkita: Literasi dan Seni yang digelar di Balai Seni IAIN Parepare pada 26–27 Juli 2025. Mereka adalah Sulvinajayanti, Raodhatul Jannah, dan Sri Rahayu, yang turut hadir sebagai peserta setelah naskah cerita lokal mereka lolos proses kurasi oleh panitia.


Parepare Makkita merupakan ruang kreatif yang mempertemukan penulis, guru, pegiat literasi, dan akademisi dalam semangat kolaborasi untuk melestarikan budaya melalui cerita. Dari total 35 peserta, ketiga dosen ini menjadi bagian penting dalam merangkai mozaik narasi lokal yang akan dihimpun dalam bentuk buku.


Suhartina, Kepala Pusat Publikasi dan Penerbitan IAIN Parepare yang juga penggagas kegiatan ini, menyampaikan apresiasinya terhadap partisipasi dosen dalam kegiatan tersebut. “Kegiatan ini bukan hanya ajang menulis, tetapi juga bentuk kontribusi nyata terhadap penguatan literasi dan pelestarian budaya. Kami bangga karena karya-karya peserta, termasuk dari para dosen IAIN Parepare, akan diterbitkan oleh IPN Press dan diluncurkan secara resmi pada 8 September 2025,” ungkapnya.


Dosen Komunikasi Penyiaran Islam, Sulvinajayanti, menyambut positif keterlibatannya dalam kegiatan ini. Ia menilai bahwa program seperti Parepare Makkita sangat mendukung penguatan kapasitas akademik dosen, terutama dalam hal produktivitas karya tulis. “Ini sangat berarti bagi pengembangan portofolio akademik kami, khususnya dalam mendukung unsur publikasi dosen dan akreditasi program studi serta budaya lokal dalam memperkuat moderasi beragama di Kota Parepare,” ujarnya.


Sementara itu, Raodhatul Jannah, yang juga aktif dalam studi budaya, menyoroti pentingnya keterlibatan dosen dalam pemajuan budaya. “Menulis cerita lokal adalah bagian dari usaha pelestarian yang strategis. Ketika budaya ditulis, maka ia memiliki peluang untuk diwariskan lintas generasi dengan daya jangkau yang lebih luas,” jelasnya.


Adapun Sri Rahayu, dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, menekankan bahwa literasi adalah jantung pendidikan. “Kegiatan seperti ini memperluas pemahaman tentang literasi yang tidak terbatas pada teks ajar di kelas, melainkan juga sebagai alat penting dalam membangun kesadaran kultural dan memperkuat identitas lokal,” tegasnya.


Partisipasi ketiga dosen ini menjadi bukti bahwa literasi bukan hanya bagian dari tugas akademik, melainkan panggilan intelektual untuk terlibat aktif dalam pelestarian budaya melalui tulisan. (Irm/Tin)

di dalam Berita
Yudisium Tahap Akhir Fakshi Kukuhkan 56 Sarjana Hukum