Oleh : Sirajuddin, S. Pd. I., S. IP., M. Pd.
(kepala UPT Perpustakaan IAIN Parepare)
Humas IAIN Parepare --- Perpustakaan sering disebut sebagai “jantung perguruan tinggi”. Perumpamaan ini bukan sekadar kiasan, melainkan gambaran mendalam betapa pentingnya perpustakaan dalam kehidupan akademik. Sebagaimana jantung memompa darah ke seluruh tubuh, perpustakaan memompa aliran ilmu pengetahuan ke seluruh pemustaka (warga kampus). Tanpa jantung yang sehat, tubuh akan melemah; tanpa perpustakaan yang hidup, perguruan tinggi kehilangan denyut keilmuannya (Lasa, 2017).
Dalam perbandingan ini, mahasiswa dapat diasosiasikan sebagai “darah”. Mereka adalah energi kehidupan, pembawa semangat, dan penggerak dinamika akademik. Namun darah tidak mungkin mengalir dengan sendirinya menuju jantung.
Di sini dosen berperan yang diasosiasikan sebagai “pembuluh darah”. Mereka mengarahkan, membimbing, dan bahkan memompa mahasiswa agar terus bergerak menuju pusat ilmu. Dosen yang sehat ibarat pembuluh darah yang kuat dan tidak tersumbat. Artinya, dosen yang aktif melibatkan perpustakaan dalam pengajaran, penelitian, dan tugas akademik akan memastikan mahasiswa terhubung dengan sumber pengetahuan (Sutanto, 2019).
Sebaliknya, jika pembuluh darah tersumbat, jantung akan terganggu. Kondisi ini menyerupai keadaan ketika dosen kurang mengintegrasikan perpustakaan dalam proses pembelajaran. Mahasiswa pun jarang datang, sehingga denyut kehidupan perpustakaan melemah. Maka jelas, keberlangsungan ekosistem akademik tidak hanya bergantung pada mahasiswa yang antusias, tetapi juga pada dosen yang visioner dalam menghidupkan peran perpustakaan (ACRL, 2018).
Lebih dalam lagi, oksigen yang terkandung dalam darah adalah ilmu pengetahuan dan keterampilan abad ke-21. Tanpa oksigen, darah tak mampu memberi kehidupan. Demikian pula, tanpa literasi informasi dan pengetahuan yang mutakhir, mahasiswa tak memiliki daya saing di era global. Perpustakaanlah yang menyediakan oksigen itu: koleksi cetak maupun digital, layanan informasi, hingga ruang kolaborasi yang mendorong kreativitas dan inovasi (UNESCO, 2015).
Harmonisasi antara perpustakaan, dosen, mahasiswa, dan ilmu pengetahuan membentuk sebuah ekosistem akademik yang sehat. Perpustakaan sebagai jantung akan terus berdetak kuat jika mahasiswa sebagai darah mengalir deras, dosen sebagai pembuluh darah bekerja aktif, dan oksigen berupa ilmu pengetahuan selalu tersedia. Dari sinilah kehidupan perguruan tinggi berdenyut, menghasilkan generasi yang kritis, kreatif, dan siap menjawab tantangan zaman.
Dengan memahami analogi ini, kita diingatkan bahwa memperkuat peran perpustakaan bukan sekadar tugas pustakawan, tetapi tanggung jawab bersama seluruh sivitas akademika. Hanya dengan kolaborasi itulah, jantung perguruan tinggi akan terus sehat, dan tubuh akademik akan senantiasa hidup serta berdaya.